Jumat, 01 Mei 2015

Samakah Banci dgn Khutsa ? Bagaimana perannya sbg Imam??.

Banci Jadi Imam, dan Haruskah Diajarkan Kepada Anak-Anak? Kita dudukkan dulu masalahnya biar lebih jelas dan runut. Sejatinya kalau kita buka literasi-literasi fiqh lintas madzhab memang disebutkan nama “banci” ini akan tetapi tidak denagn redaksi tersebut. Dalam istilah fiqh, ia disebut dengan istilah “khutsa” [خنثى]. Nah, akan tetapi perlu diperjelas apakah banci itu sama dengan “khuntsa”? saya meyakini tidak sama. Sangat berbeda. Banci dalam artian umum yang banyak dikenal masyarakat adalah seseorang yang berjenis kelamin laki-laki akan tetapi bertindak seperti wanita. Dan bahkan sekilas ia lebih wanita daripada wanita asli pada umumnya; dari mulai gaya berjalan, berbicara hingga make up yang digunakan. Kalau yang seperti ini jelas dilarang dalam agama, dan termasuk dosa besar karena adanya laknat yang diturunkan oleh Allah s.w.t. kepada makkhluk ini. dalam hadits disebutkan: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ Dari Ibn Abbas r.a., : “Rasul s.a.w. melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan orang wanita yang menyerupai laki-laki”. (HR. al-BUkhari) Siapa itu “Khuntsa”? Kalau dalam literasi fiqih, “khuntsa” bukanlah seperti itu maksudnya. “khuntsa” adalah orang yang mempunyai 2 alat kelamin yang aktif. Atau orang tidak punya kelamin dari 2 jenis yang ada, ia hanya punya lubang di bagian tubuhnya untuk kencing. Dalam kitab al-Hawi al-Kabir (8/168), karangan Imam al-Mawardi, beliau mengutip perkataan Imam al-Syafi’i: الخنثى هو الذي له ذكر كالرجال، وفرج كالنساء، أو لا يكون له ذكر ولا فرج، ويكون له ثقب يبول منه “khuntsa adalah orang yang punya penis seperti laki-laki dan juga ‘farj’ seperti wanita, atau ia yang tidak punya keduanya, dan hanya punya lubang air seni untuk kencing.” Nah kemudian, “khuntsa” ini pun terbagi lagi menjadi 2 jenis; [1] Khuntsa non-Musykil, [2] Khuntsa Musykil. 1] khuntsa Non-Musykil Musykil [مشكل] sendiri dalam bahasa Arab berarti bermasalah, jadi khuntsa non-musykil adalah khuntsa yang tidak bermasalah. Disebut tidak bermasalah karena kelaminnya bisa jelas diketahui dengan cara melihat, mana yang aktif dan mana yang tidak aktif. Kelaminnya ditentukan dengan alat kelaminnya yang aktif, atau bisa juga dengan gejala kejiwaan yang menentukan kelaminnya, seperti adanya haidh, jelas ini wanita. Intinya ada tanda yang nyata tentang kejelasan kelaminnya dan tanda itu berjalan normal. 1] KHuntsa Musykil Ini yang sulit, karena itu disebut musykil (bermasalah), karena tidak ada tanda yang nyata tentang kejelasan kelaminnya. Bisa jadi karena ia punya 2 kelamin yang sama-sama aktif, atau juga tidak punya keduanya akan tetapi hanya lubang kencing saja. Maka untuk menentukannya butuh penelitian yang mendalam, tentu dikerjakan oleh ahli bidang medis. Dalam kitabnya “al-Mughni” (6/336), Imam Ibnu Qudamah meriwayatkan sebuh hadits bahwa Nabi s.a.w pernah didatangkan khuntsa dari kaum Anshar, dan untuk menentukan kelaminnya, beliau meminta untuk dilihat dari mana air seninya keluar pertama kali atau sebelum baligh, maka itulah jenis kelamin yang harus dihukumi. Beliau juga menukil riwayat dari Imam Ali r.a. bahwa untuk menentukannya kalau 2 kelaminnya aktif atau tidak punya keduany, yaitu dengan dihitung jumlah tulang rusuknya. Karena rusuk wanita biasanya lebih banyak dari rusuk laki-laki. Ulama lain juga demikian, untuk menentukannya yaitu terus dicari mana indikasi yang paling kuat dan paling banyak, dari mulai gejala-gejala tubuh seperti tumbuhnya bulu pada kemaluan, ketiak, jeni air mani, atau juga bentuk tubuh yang kalau wanita biasanya mempunya dada yang lebih besar dari laki-laki. Mana tanda yang paling banyak, ke laki-laki atau perempuan, di situlah ia dihukumi. KHuntsa Boleh Jadi Imam Semua ulama sepakat dan tidak ada yang menyelisih, bahwa khuntsa boleh dan sah menjadi imam shalat, akan tetapi hanya untuk kaum wanita saja. Sedangkan untuk kaum laki dan sejenisnya (khuntsa), semua sepakat melarangnya. Dibolehkan bagi kaum wanita dengan alasan ia diragukan ke-laki-laki-annya, kalau sudah diragukan, maka tidak bisa untuk laki-laki dan sejenisnya juga. Akan tetapi tetap sah untuk wanita, walaupun madzhab al-Malikiyah memakruhkannya. Imam Nawawi dalam kitabnya Raudhah al-Thalibin (7/29) mengatakan: فَيُجْعَلُ مَعَ النِّسَاءِ رَجُلًا، وَمَعَ الرِّجَالِ امْرَأَةً “(khuntsa) itu dijadikan laki-laki jika bersama wanita, dan dijadikan wanita jika bersama laki-laki.” Yang jadi perdebatan hanya masalah teknisnya saja, yaitu di mana Imam khuntsa ini berdiri? Di depan kah, layaknya seorang imam laki-laki? Atau bersama di tengah-tengah shaff layaknya Imam wanita? Jumhur ulama berpendapat ia berada di depan para Jemaah wanita tersebut, tidak bersama mereka di tengah-tengah. Banci (Bencong) jadi Imam? Nah, permasalahannya sekarang, apakah boleh banci jadi imam. Di atas sudah disinggung bahwa banci tidak sama dengan khuntsa. Maka kita kembalikan kepada pengertian banci itu sendiri, bahwa ia adalah laki-laki sejati yang berpenampilan dan berkepribadian seperti wanita. Jadi, sejatinya ia adalah laki-laki, maka hukumnya adalah hukum laki-laki. Karena ia laki-laki, boleh jadi Imam bagi siapapun, selama memang ia mengerti hukum-hukum shalat dan bacaan rukun dalam shalatnya tidak keliru. loh tapi kan dia banci? Ya. Dia banci, tapi sejatinya ia adalah laki-laki yang boleh jadi Imam selama ia paham ilmunya. Status ia banci, dan banci adalah dosa besar, itu membuatnya menjadi laki-laki yang fasiq. Dan laki-laki fasiq tidak terlarang menjadi Imam menurut jumhur ulama dari madzhab al-Hanafiyah, al-Malikiyah dan al-Syafi’iyyah. Akan tetapi semua sepakat ke-makruh-an shalat di belakangnya. Dan hanya Imam Ahmad bin Hanbal yang melarang seorang faiqh jadi Imam, baik kefasiqannya itu tersembunyi atau terang-terangan. Baik faisqnya itu dalam akidah atau perbuatan. (kasysyaf al-Qina’ 1/474) Ini didasarkan hadits riwayat Imam Ibnu Majah yang status shahihnya masih diperdebatkan. لاَ تَؤُمَّنَّ امْرَأَةٌ رَجُلاً ، وَلاَ يَؤُمُّ أَعْرَابِيٌّ مُهَاجِرًا ، وَلاَ يَؤُمُّ فَاجِرٌ مُؤْمِنًا ، إِلاَّ أَنْ يَقْهَرَهُ بِسُلْطَانٍ يَخَافُ سَيْفَهُ وَسَوْطَهُ “wanita tidak boleh jadi imam laki-laki, dan seorang Badui terlarang jadi Imam bagi kaum Muhajir, dan orang yang Fajir (fasiq) tidak bisa menjadi imam bagi kaum mukmin, kecuali jika ia dipaksa oleh penguasa dengan pedang dan cambuknya”. (HR. Ibnu Majah) Buku Pelajaran Kelas 2 M.I. Sejatinya memang apa yang dituliskan dalam buku pelajaran Fiqih untuk kelas 2 madrasah Ibtida’iyyan ini tidak ada yang keliru dari segi hukum fiqihnya. Bahwa memang seorang ‘banci’ atau khuntsa, boleh jadi Imam. Walaupun tidak jelas, banci yang dimaksud itu banci dalam arti umum yang kebanyakan masyarakata awam mengerti atau dalam arti “khuntsa”? perlu diperjelas oleh pihak yang berkaitan. Hanya saja, saya –pribadi- melihat ini ada misi negative yang dibawa dan ingin dicemarkan kepada anak-anak yang masih di bawah umur. Seakan ingin memberikan penjelasan bahwa yang namanya ‘banci’ itu adalah sifat yang normal dan biasa. Lebih jauh lagi bahwa ini upaya untuk menjadikan anak-anak sejak usia dini sudah permisif terhadap sebuah dosa (sifat kebanci-banci-an), dan menilainya sebagai hal yang wajar dan manusiawi serta tidak perlu dikritisi. Dan ini juga –terkesan- menjadikan bahwa golongan ketiga ini –banci- adalah golongan yang sama dan layak bahkan harus untuk diterima di dalam tatanan masyarakat yang normal dan berama –makanya dimasukin ke buku agama-. Pada ujungnya nanti, anak-anak akan berfikir bahwa kebanci-bancian adalah sifat yang normal dan biasa. Maka tidak perlu aneh jika melihat teman ada yang seprti itu. Lebih parang lagi, pada akhirnya akan menyalahkan tuhan mereka yang salah cipta, kenapa wanita diciptakan di dalam tubuh pria. Nau’udzubillah. Sebagai Bahan Ajaran Sejak Dini Kalau dengan memasukkan materi tersebut bertujuan ingin mengajarkan hukum khuntsa kepada anak-anak kelas 2 M.I. ini, apa mereka tahu khuntsa itu apa? sedangkan otak mereka terus digiring kepada pehamanan banci. Apa memang zaman sekarang yang banyak berkeliaran itu khuntsa dalam arti khuntsa yang sebenarnya? Atau memang laki-laki yang kebanci-banci-an? Oke. Kalaupun jenis khuntsa itu ada dan banyak di Indonesia sehingga layak diajarkan? Apa layak dan beretika mengajarkan materi sensitive kepada anak-anak yang belum punya filter dalam otang mereka? apa sudah waktunya mereka mendapatkan materi itu? Penulis dan penerbit perlu dikritisi!

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda